Senin, 17 Maret 2008

Jepang Lucuti Internet dari Pengunduh Ilegal

Tokyo (ANTARA News) - Perusahaan-perusahaan Internet Jepang berencana memutus sambungan Internet para pengunduh ilegal, ungkap suatu berita, Sabtu.

Keluhan yang makin meningkat dari industri musik, film, dan permainan video, membuat empat asosiasi yang mewakili penyedia layanan Internet di Jepang sepakat untuk mengambil langkah drastis itu, tulis harian Yomiuri Shimbun.

Koran tersebut mengutip sumber tanpa identitas yang mengemukakan bahwa para penyedia layanan Internet akan mengirim surat elektronik kepada mereka yang berulangkali membuat salinan ilegal dan memutus sambungan Internet jika orang-orang tersebut masih mengulangi.

Perusahaan-perusahaan Internet akan membentuk satu tim pada bulan depan dengan melibatkan perwakilan pemegang hak cipta untuk menyusun suatu pedoman baru, tulis laporan tersebut.

Tindakan tersebut akan menjadi salah satu yang paling tegas dalam perang melawan pembajakan "online".

Presiden Prancis, Nicolas Sarkozy, menjelang akhir tahun lalu menguraikan langkah sejenis yaitu memutus sambungan Internet untuk pengguna yang secara menyolok melanggar undang-undang hak cipta.

Umumnya, mengunduh secara ilegal ditangani lewat proses pengadilan terhadap perorangan.

Industri musik meraih kemenangan pertama untuk hal tersebut di pengadilan Amerika Serikat pada Oktober 2007, ketika seorang wanita diperintahkan membayar lebih dari 220 ribu dolar karena membagikan 24 lagu secara "online".

Yomiuri Shimbun memperkirakan sekitar 1,75 juta orang Jepang menggunakan perangkat lunak " file-sharing" dan kebanyakan untuk bertukar salinan secara ilegal.

Salah satu penyedia layanan Internet dua tahun lalu akan memutus sambungan Internet orang-orang yang bertukar berkas secara ilegal, namun rencana itu batal setelah pemerintah menyatakan langkah tersebut melanggar hak-hak rahasia pribadi, tulis Yomiuri.

Perangkat lunak " file-sharing" paling terkenal di Jepang adalah Winny, yang mampu membuat para penggunanya bertukar permainan, film dan musik "online".

Program itu dibuat oleh Isamu Kaneko, seorang asisten peneliti di University of Tokyo. Tahun 2006 dia didenda 1,5 juta yen (sekitar Rp 140 juta) namun tidak dipenjara, demikian AFP.(*)

Tidak ada komentar: