Senin, 31 Maret 2008

Menkominfo Optimistis Pemblokiran Situs Porno Efektif

JAKARTA - Sebagian kalangan menilai kebijakan pemerintah menutup situs yang mengandung unsur pornografi tidak akan berjalan efektif.

Namun Menteri Informasi dan Komunikasi (Menkominfo) M Nuh tetap optimis, pemblokiran situs porno dapat meminimalisir pornografi di dunia maya.

"Ya kami optimis bisa menekan pornografi kan setidaknya bisa meminimalisir," ujar M Nuh saat ditemui di Istana Negara, Jakarta, Senin (31/3/2008).

Untuk menjawab keraguan itu pihaknya berjanji akan melakukan upaya optimal, agar kebijakan tersebut dapat dirasakan manfaatnya.

"Kami akan semaksimal mungkin memblokir situs-situs itu," jawab M Nuh singkat.

Menkominfo sebelumnya mengatakan akan mengadakan rapat bersama badan-badan yang terkait dengan pemberlakuan program ini pada awal April. Pada rapat tersebut, Nuh rencananya juga akan mengumumkan profesional atau badan-badan di luar pemerintahan yang siap bekerjasama membantu pengembangan program ini. (srn)

Situs Forum Diskusi Online Terancam Diblokir

JAKARTA - Dalam pemblokiran situs porno, pihak Depkominfo mengatakan, selama berada di ranah publik, berarti situs ataupun website penyedia tersebut akan diblokir, termasuk forum diskusi dan sharing informasi yang sarat pornografi.

"Ketika konten tersebut masuk ke ranah publik, itu sudah salah. Karena yang mengkonsumsi isinya tidak terbatas, bisa jadi anak-anak atau pelajar. Tidak salah bila konten pornografi tersebut hanya bisa diakses oleh orang berusia dewasa dan hanya untuk pribadi, via email misalnya," tutur Staf Khusus Menteri Bidang Komunikasi Media Depkominfo Sukemi, kepada okezone, di Jakarta, Sabtu (29/3/2008).

Menurut Sukemi, situs dan website yang sarat akan pornografi dan bisa dikonsumsi publik maka situs dan website tersebut memenuhi syarat untuk diblokir. Sedangkan, pihak yang menjadi pengelola situs atau website yang menyiarkan pornografi selanjutnya akan ditindak hukum.

"Selama masih berada di ranah publik, itu salah. Jangan mempersoalkan interpretasi pornografi yang masih bias. Ini urusan moral, yang tidak ada hubungannya dengan seni ataupun nilai artistik. Keduanya mempunyai konteks yang berbeda," pungkas Sukemi. (srn)

Rabu, 26 Maret 2008

Kepolisian Berharap Ada UU "Cyber Crime"

Kepolisian RI mengharapkan adanya Undang-Undang (UU) yang khusus mengatur mengenai kejahatan di dunia maya (cyber crime) menyusul diundangkannya Rancangan Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menjadi UU oleh DPR RI pada Selasa.

"Setelah UU ITE ini, kami harap nantinya akan dibahas juga undang-undang tentang Tindak Pidana Teknologi Informasi (TPTI)," kata Kepala Unit Teknologi Informasi (TI) dan "Cyber Crime" Direktorat II Ekonomi Khusus Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, Kombes Polisi Petrus R. Golose, dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa.

Dengan disahkannya RUU ITE menjadi undang-undang, Petrus mengatakan, dapat menjadi payung hukum pertama bagi aparat hukum untuk menindak kejahatan transaksi elektronik di dunia maya.

Petrus menjelaskan pihaknya juga tidak lagi merasa malu bila bertemu dengan organisasi kepolisian internasional seperti Interpol karena telah memiliki payung hukum kejahatan terkait penyalahgunaan di dunia maya.

Sedangkan Kepala Bagian Penyusunan Program Pelaporan Pemantauan dan Penilaian (Sunprolabnil) Jampidum Kejaksaan Agung, Arif Mulyawan mengatakan disahkannya UU ITE ini merupakan prestasi luar biasa bagi penegakan hukum Indonesia karena dokumen elektronik sekarang bisa menjadi bukti hukum.

Arif mengatakan selama ini memang pihaknya mengalami kendala payung hukum apabila menangani kejahatan yang terkait pemanfaatan teknologi informasi.

Sementara itu Dosen Hukum Telematika Universitas Indonesia Edmon Makarim mengatakan UU ITE ini merangkum dan mendasarkan dari tiga payung hukum mengenai transaksi elektronik internasional yaitu "Uncitral Model Law for e-commerce", "Uncitral Model Law for e-signature" dan "UN Convention on Cybercrime".

Sedangkan Pengamat Telematika Roy Suryo mengatakan meski belum sempurna dan aplikatif, disahkannya UU ITE ini perlu disambut gembira oleh semua pihak.

"UU ITE ini akan disempurnakan oleh peraturan pemerintah dibawahnya," kata Roy.

Dalam kesempatan tersebut, Menkominfo Muhammad Nuh mengatakan sesuai pasal 11 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang disahkan DPR, disebutkan bahwa tanda tangan elektronik mempunyai kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah sama dengan tanda tangan konvensional yang menggunakan tinta basah dan meterai.

"Undang-undang ini berlaku untuk tiap orang yang melakukan perbuatan hukum baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia, yang memiliki akibat hukum di Indonesia," terang Nuh.

Dengan disahkannya UU ITE oleh DPR, Nuh menjelaskan Indonesia sekarang sudah sejajar dengan negara-negara maju yang telah mempunyai undang-undang terkait pemanfaatan teknologi seperti Amerika Serikat, negara-negara Uni Eropa, Singapura, Malaysia dan India.

"Setelah menanti sekitar lima tahun, akhirnya kita punya payung hukum berkait dengan berbagai hal tentang informasi dan transaksi elektronik. Ini maknanya sebagai bangsa kita telah sejajar dengan masyarakat dunia di dalam mengakomodasi kebutuhan masyarakat modern dalam melakukan transaksi elektronik," kata Nuh.

Dia melanjutkan UU ITE memberikan kepastian hukum tentang bentuk-bentuk transaksi elektronik yang dapat dijadikan alat bukti sah.

"Selama ini bentuk-bentuk transaksi elektronik yang hanya dibuktikan sebagai selembar kertas bukti transfer misalnya tidak bisa dijadikan alat bukti karena memang belum ada payung hukumnya untuk itu," kata Nuh. (*)

sumber : antara.co.id

Senin, 24 Maret 2008

Iklan Operator Bikin Pelanggan Tak Simpatik

JAKARTA - Perang iklan di industri telekomunikasi disinyalir akan menjatuhkan brand image para operator, seiring dengan berkurangnya rasa simpatik masyarakat.

Tayangan iklan yang melibatkan perang tarif operator memang masih terbilang wajar bagi dunia marketing. Sayangnya iklan tersebut dikhawatirkan akan kebablasan dan berimbas kepada misleading (kekeliruan) di kalangan pelanggan seluler.

"Seharusnya operator jangan banting harga. Iklan dan marketing mereka harus lebih kreatif lagi, lebih ke marketing communication dan tanpa kebohongan. Jika tidak, maka akan berbahaya dan justru menjatuhkan brand image-nya sendiri," ujar Pakar Marketing Hermawan Kertajaya, saat ditemui okezone di apartemennya, di kawasan Kuningan, Jakarta, Jumat (21/3/2008) lalu.

Menurut Hermawan, ketika masyarakat melihat iklan operator yang menawarkan tarif murah, maka mereka akan mencoba. Namun jika belakangan diketahui hal tersebut hanyalah sebuah kebohongan, bukan tidak mungkin jika hal tersebut akan mengubah brand image operator. Sehingga tidak lagi mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.

"Tahap selanjutnya, masyarakat akan menjadi tidak simpatik dan ini akan merugikan mereka sendiri," tegas Hermawan. (srn)